TEORI KEMISKINAN (KONSEP LINGKARAN KEMISKINAN / CIRCLE OF POVERTY)

Pada kesempatan kali ini saya akan membuat tulisan berkaitan dengan teori kemiskinan khususnya konsep lingkaran kemiskinan atau  circle of poverty. Semoga bermanfaat😊

Lingkaran kemiskinan merupakan konsep yang dikenalkan pertama kali oleh Ragnar Nurkse dalam bukunya yang berjudul Problems of Capital Formation in Underdeveloped Countries yang terbit pada tahun 1953. Konsep lingkaran kemiskinan didefinisikan sebagai suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga menimbulkan suatu kondisi dimana sebuah negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi.

Salah satu faktor yang diidentifikasi oleh Nurkse sebagai penyebab timbulnya lingkaran kemiskinan adalah adanya hambatan yang sangat kuat dalam proses pembentukan modal. Dalam pandangannya, Nurkse menjelaskan ada dua jenis lingkaran kemiskinan yang menghalangi negara sedang berkembang (NSB) untuk mencapai tingkat pembangunan yang pesat, yaitu:

1. Dari segi penawaran modal. Lingkaran kemiskinan dari segi ini dinyatakan sebagai berikut: Tingkat pendapatan masyarakat yang rendah (yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah) menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah, yang mengakibatkan rendahnya tingkat pembentukan modal. Tingkat pembentukan modal yang rendah akan menyebabkan suatu negara menghadapi kekurangan barang-barang modal, dan demikian tingkat produktivitas akan tetap berada pada tingkat yang rendah.

2. Dari segi permintaan modal. Lingkaran kemiskinan dari segi ini dinyatakan sebagai berikut: Di NSB faktor pendorong untuk kegiatan investasi relatif rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis barang terbatas. Terbatasnya pasar disebabkan oleh pendapatan masyarakatnya yang rendah, sedangkan pendapatan yang rendah disebabkan oleh produktivitas yang rendah. Produktivitas yang rendah ini seringkali disebabkan oleh terbatasnya pembentukan modal di masa lampau. Dimana pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan oleh adanya kekurangan pada faktor pendorong kegiatan investasi.

    Selain konsep dari Nurkse, terdapat tokoh lain yang coba mengemukakan konsep lingkaran kemiskinan. Meier dan Baldwin (1957) mengemukakan bahwa lingkaran kemiskinan timbul dari hubungan yang saling mempengaruhi antara kondisi masyarakat yang masih terbelakang (tradisional) dan kekayaan alam yang belum dimanfaatkan sepenuhnya. Untuk mengembangkan kekayaan alam yang dimiliki, dalam masyarakat harus ada tenaga kerja yang mempunyai keahlian untuk memimpin dan melaksanakan berbagai macam kegiatan ekonomi. Di NSB, kekayaan alam belumlah sepenuhnya diusahakan dan dikembangkan karena tiga alasan yaitu:

1. Tingkat pendidikan masyarkat masih relatif rendah;

2. Kurangnya tenaga ahli yang diperlukan;

3. Terbatasnya mobilitas dan sumber daya yang ada.

Lingkiran kemiskinan tersebut dapat dilukiskan pada gambar berikut ini.





Pada hakikatnya konsep lingkaran kemiskinan menganggap bahwa: (1) ketidakmampuan untuk mengerahkan tabungan yang cukup, (2) kurangnya faktor pendorong untuk kegiatan penanaman modal, dan (3) tingkat pendidikan dan keahlian masyarakat yang relatif masih rendah, merupakan tiga faktor utama yang menghambat proses pembentukan modal dan pembangunan ekonomi di berbagai NSB.  

Berkaitan dengan strategi apa yang harus dilakukan untuk memutus lingkar kemiskinan sebagaimana konsep yang dijelaskan diatas maka menurut saya harus ada setidaknya satu bagian dari lingkaran tersebut yang bergerak naik. Salah satu bagian tersebut misalnya pada titik produktivitas, yaitu dengan ditingkatkannya keterampilan atau pendidikan penduduk, atau dengan memberdayakan penduduk pada sektor produktif melalui pemberian bantuan modal usaha, atau dengan terbukanya banyak lapangan pekerjaan.

Kemudian berkaitan dengan pembentukan modal yang rendah, strategi pengentasan kemiskinan berbasis akses terhadap aset dapat menjadi strategi efektif dalam pengentasan kemiskinan karena dapat benar-benar membantu kaum miskin lepas dari jerat kemiskinan dan bukan hanya sekedar mengurangi kesulitan dan beban kaum miskin dengan bantuan yang sifatnya konsumtif, sesaat dan tidak berkesinambungan. Bila berpatokan pada kemiskinan multidimensi maka aset disinipun pada dasarnya dapat kita pahami dari banyak sisi, dimana bukan hanya aset-aset yang sifatnya finansial saja namun juga dapat meliputi aset berupa modal manusia (human capital) dan aset fisik lainnya yang dapat diakumulasikan dan diuangkan pada saat yang diperlukan.

Beberapa strategi yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan berbasis akses terhadap aset diantaranya yaitu:
1. Akses permodalan. Mendanai kegiatan kewirausahaan kaum miskin dengan bantuan modal usaha melalui pemberian kredit modal usaha atau modal kerja, yang bisa juga dibarengi dengan subsidi bunga kredit, kemudahan izin usaha, serta membantu akses pemasaran dan kemitraan. Kredit modal usaha disini dapat efektif untuk mengentaskan kemiskinan karena baik kaum miskin yang sudah memiliki usaha kecil maupun yang belum mempunyai usaha sama sekali dapat mempunyai peluang untuk membangun dan mengembangkan usahanya, sehingga seiring berjalannya waktu akan membawa mereka lepas dari jerat kemiskinan dengan semakin tingginya pendapatan yang diperoleh. Bahkan bukan saja keluar dari jerat kemiskinan tetapi dengan kelebihan pendapatan yang diperoleh maka mereka juga dapat menabung dan melakukan investasi dalam bentuk aset lainnya.
Karena jenis usaha kecil (mikro) juga merupakan usaha yang intensitas tenaga kerjanya relatif lebih tinggi maka akan dimungkinkan juga banyak penduduk miskin lain yang terserap sebagai tenaga kerja, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan mereka dan membantu mereka  keluar dari belenggu kemiskinan.
2. Untuk negara agraris dimana sebagian besar penduduknya masih bermata pencaharian di bidang pertanian dan sebagian besar pula dari penduduk yang bermata pencaharian di bidang pertanian ada dalam lingkar kemiskinan seperti kebanyakan fenomena yang terjadi di berbagai negara berkembang, maka strategi pengentasan kemiskinan berbasis akses terhadap aset dapat pula berfokus pada penduduk miskin yang bermata pencaharian sebagai petani melalui ekstensifikasi pertanian. Ekstensifikasi pertanian merupakan cara meningkatkan produktivitas pertanian melalui perluasan lahan, dimana strategi yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian sertifikat tanah gratis. Dengan pemberian sertifikat tanah gratis maka harapannya produktifitas petani akan semakin meningkat karena semakin luas lahan pertanian yang digarap, sehingga pendapatan yang didapat dari hasil pertanianpun akan meningkat dan membantu mereka kaluar dari lingkar kemiskinan.

Selain aset ekonomi produktif yang secara langsung dapat meningkatkan pendapatan, bila mengacu pada multidimensional poverty maka strategi pengentasan kemiskinan dapat melalui aset-aset lain seperti dalam pendidikan, kesehatan dan aset fisik seperti rumah layak huni. Berkaitan dengan rumah layak huni yang menjadi bagian dari dimensi kualitas hidup, strategi yang dapat dilakukan adalah dengan kredit perumahan rakyat bersubsidi maupun bantuan renovasi dan bangun hunian dimana harapannya masyarakat mempunyai hunian yang layak. Sementara itu strategi yang dapat dilakukan berkaitan dengan dimensi pendidikan adalah pemberian beasiswa, meningkatkan akses layanan pendidikan, program sekolah gratis, serta mengadakan banyak program-program pelatihan, dimana dengan strategi-strategi tersebut diharapkan penduduk miskin akan lebih produktif dan lebih mudah terserap di dunia kerja karena modal keahilan dan pendidikan tinggi, yang selanjutnya meraka dapat keluar dari lingkar kemiskinan. Kemudian dari dimensi kesehatan sendiri, strategi atau program yang dapat dilakukan adalah peningkatan akses jaminan kesehatan, perbaikan dan peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi, serta peningkatan akses layanan kesehatan yang harapannya angka kesakitan dapat berkurang, dimana selain derajat kesehatan meningkat tapi hal ini juga dapat berdampak pada produktivitas yang dapat mendorong penduduk miskin keluar dari kemiskinan.

Referensi:
Arsyad, L. (2015). Ekonomi Pembangunan (5th ed). Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Comments

Popular posts from this blog

Keterkaitan Kemiskinan, Pengangguran, dan Kesenjangan

Public Finance dan Implementasinya di Indonesia