MENGULAS APBN INDONESIA

Selamat membaca dan semoga bermanfaat.


Berkaitan dengan peran pemerintah atau sektor publik dalam kegiatan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sistem ekonomi campuran yang digunakan disuatu negara, dan hal tersebut berlaku pula di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan sistem ekonomi yang dipakai adalah sistem ekonomi campuran atau yang biasa juga disebut sistem perekonomian pancasila atau sistem demokrasi ekonomi, dimana dasar-dasar dari sistem perekonomian ini adalah pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 yang berbunyi:

1.  Ayat 1: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama  atas azas kekeluargaan. 

2.  Ayat 2 : Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasi oleh negara.

3. Ayat 3 : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

4. Ayat 4: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Secara garis besar karakteristik sistem ekonomi Indonesia diantaranya yaitu:

1.    Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan bersama (gotong royong) yang mengedepankan hubungan kekeluargaan.

2.    Cabang-cabang produksi yang bersifat strategis dan merupakan hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3.    Alasan pemerintah menguasai produksi barang-barang stategis baik yang ada di tanah air Indonesia adalah semata-mata untuk kemakmuran rakyat.

4.    Indonesia menggunakan sistem ekonomi campuran yang disebut juga sistem ekonomi pancasila.

5.    Kegiatan ekonomi yang dilakukan juga harus memiliki prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

6.    Pemerintah juga mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh swasta secara umum, agar terhindar dari praktik kecurangan seperti penipuan, praktik monopoli yang merugikan, serta mafia perdagangan. Tujuannya agar tercipta keadilan di tengah-tengah masyarakat

Berkaitan dengan usaha yang dilakukan pemerintah agar dapat meniadakan praktik monopoli dan persaingan yang merugikan dalam kegiatan perekonomian, terdapat udang-undang yang mengatur hal tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Praktik monopli dan persaingan usaha tidak sehat erat kaitannya dengan kegagalan pasar, dimana kegagalan pasar ini selain karena adanya praktik monopoli dalam kegiatan ekonomi tetapi juga disebabkan oleh pasar yang tidak lengkap, barang publik, kegagalan informasi dan eksternalitas.

Untuk mengatasi eksternalitas sendiri utamanya dalam hal ini adalah eksternalitas yang sifatnya merugikan atau negatif, pemerintah mengaturnya dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yang mana dalam ayat 1 dijelaskan perusahaan industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib memperhatikan keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam yang dipergunakan dalam proses industrinya serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat usaha dan proses industri yang dilakukan. Perbuatan yang bertentangan dengan Pasal 21 ayat 1 UU Perindustrian jika dilakukan dengan sengaja dapat dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah). Sedangkan jika dilakukan tidak dengan sengaja atau karena kelalaian, maka dapat dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) (Pasal 27 Ayat 2 UU Perindustrian).

Selain pada undang-undang tentang perindustrian, masalah eksternalitas juga diatur dalam Pasal 87 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa “setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu”.

Bagi pihak yang merasa dirugikan terhadap pencemaran akibat usaha industri, dapat mengadukan atau menyampaikan informasi secara lisan maupun tulisan kepada instansi yang bertanggung jawab mengenai dugaan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan/atau pasca pelaksanaan sebagaimana yang telah diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.

Berkaitan dengan sistem ekonomi pancasila, sistem ekonomi ini mengedepankan peran bersama dari pihak pemerintah maupun swasta dalam mengelola perekonomian. Hal tersebut diwujudkan dalam pembagian peran yang jelas antara badan usaha, yaitu Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta. Pemerintah mengelola barang-barang yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, sedangkan selebihnya diperkenankan dikelola swasta dengan pengawasan dari pemerintah.

Kemudian masih berkaitan dengan peran dan usaha yang dilakukan pemerintah, terdapat kebijakan-kebijakan yang biasa dilakukan sebagai respon dari adanya permasalahan dalam perekonomian selain membuat kebijakan melalui peraturan perundang-undangan. Diantara kebijakan-kebijakan tersebut yaitu kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal pada pelaksanaannya dilakukan dengan mengatur Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).

APBN mencakup seluruh penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan berasal dari perpajakan maupun non-perpajakan, termasuk hibah yang diterima oleh pemerintah, sedangkan pengeluaran atau belanja meliputi belanja pemerintah pusat dan daerah. Jika terjadi defisit, yaitu pengeluaran lebih besar dari penerimaan, maka dicari pembiayaannya baik yang bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Secara garis besar struktur APBN diantaranya sebagai berikut:

1.    Pendapatan negara dan hibah

2.    Belanja negara

3.    Keseimbangan primer

4.    Surplus/defisit anggaran

5.    Pembiayaan

Untuk data struktur APBN Indonesia sendiri secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia Tahun 2016-2018 (Triliun Rupiah)

URAIAN

2016

2017

2018

APBN

APBNP

APBN

APBNP

APBN

A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH

1.822,5

1.786,2

1.750,3

1.736,1

1.894,7

I.     PENERIMAAN DALAM NEGERI

1.820,5

1.784,2

1.748,9

1.732,7

1.893,5

1.    Penerimaan Perpajakan

1.546,7

1.539,2

1.498,9

1.472,7

1.618,1

2.    Penerimaan Negara Bukan Pajak

273,8

245,1

250,0

260,0

275,4

II.  PENERIMAAN HIBAH

2,0

2,0

1,4

3,1

1,2

B. BELANJA NEGARA

2.095,7

2.082,9

2.080,5

2.133,3

2.220,7

I.   BELANJA PEMERINTAH PUSAT

1.325,6

1.306,7

1.315,5

1.367,0

1.454,5

1.    Belanja K/L

784,1

767,8

763,6

798,6

847,4

2.    Belanja Non K/L

541,4

538,9

552,0

568,4

607,1

II.TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

770,2

776,3

764,9

766,3

766,2

1.   Transfer ke Daerah

723,2

729,3

704,9

706,3

706,2

2.   Dana Desa

47,0

47,0

60,0

60,0

60,0

C. KESEIMBANGAN PRIMER

(88,2)

(105,5)

(109,0)

(178,0)

(87,3)

D. SURPLUS/ (DEFISIT) ANGGARAN (A - B)

(273,2)

(296,7)

(330,2)

(397,2)

(325,9)

E. PEMBIAYAAN ANGGARAN

273,2

296,7

330,2

397,2

325,9

I.   PEMBIAYAAN UTANG

336,6

371,6

384,7

461,3

399,2

II.PEMBIAYAAN INVESTASI

(62,6)

(94,0)

(47,5)

(59,7)

65,7

III. PEMBERIAN PINJAMAN

(0,4)

0,4

(6,4)

(3,7)

6,7

IV. KEWAJIBAN PENJAMINAN

(0,9)

(0,6)

(0,9)

(1,0)

1,1

V.PEMBIAYAAN LAINNYA

0,3

19,3

0,3

0,3

0,2

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa anggaran Negara Indonesia dari sisi target  penerimaan tidak selalu mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2017 target penerimaan negara berkurang dibanding target penerimaan untuk tahun 2016, dari Rp. 1.822,5 triliun menjadi Rp. 1.750,3 triliun, dan kemudian kembali naik di tahun 2018 menjadi Rp. 1.894,7 Triliun. Dari semua sumber penerimaan negara sendiri yang paling besar berkontribusi adalah penerimaan dari sektor perpajakan.

Berkaitan dengan belanja negara, untuk tahun 2018 pemerintah dan DPR telah menyepakati sebesar Rp. 2.220,7 triliun, dimana meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 1.454,5 triliun, serta transfer ke daerah dan dan desa sebesar Rp. 766,2 triliun. Belanja negara setiap tahun anggaran hampir selalu mengalami peningkatan, dimana peningkatan tersebut paling besar dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat khususnya belanja kementerian atau lembaga kemudian disusul untuk transfer ke daerah.

Untuk surplus atau defisit, APBN Indonesia setiap tahun selalu mengalami defisit, dan defisit yang terjadi setiap tahun anggaran dapat dilihat hampir selalu mengalami peningkatan. Begitu pula dengan keseimbangan primer yang selalu negatif setiap tahun anggaran, walaupun pada APBN 2018 terjadi penurunan dari yang tadinya negatif Rp. 109,0 triliun menjadi negatif Rp. 87,3 triliun.

Sementara itu untuk APBNP, dari sisi penerimaan untuk setiap tahun anggaran selalu lebih kecil dari APBN yang telah ditetapkan. Hal tersebut dapat dilihat pada tahun 2016 APBN telah di sepakati Rp. 1822,5 triliun untuk penerimaan negara, akan tetapi terjadi perubahan dimana penerimaan dalam APBNP hanya sebesar Rp. 1.786,2 triliun, dan hal serupa juga terjadi pada anggaran tahun 2017. Berbeda dari sisi penerimaan, belanja negara pada tahun anggaran 2017 justru mengalami kenaikan, dari yang tadinya pada APBN Rp. 1.080,5 triliun menjadi Rp. 2.133,3 triliun di APBNP.

Untuk membahasa lebih detail, berikut rincian penjelasan mengenai data dari struktur APBN.

Penerimaan negara

Berkaitan dengan penerimaan dari sektor perpajakan yang ternyata menjadi sumber  penerimaan negara paling besar dan paling domian, rincian besaran kontribusinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.  Persentase Kontribusi Perpajakan, PNBP dan Hibah terhadap Pendapatan Negara Indonesia Tahun 2012-2018

Tahun

Kontribusi Penerimaan (%)

Perpajakan

PNBP

Hibah

2013

74,9

24,6

0,5

2014

74,0

25,7

0,3

2015

82,3

17,0

0,8

2016

86,2

13,7

0,1

2017

85,6

14,3

0,1

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Kontribusi penerimaan perpajakan pada APBN untuk setiap tahunnya selalu mendominasi lebih dari setengah dari total penerimaan negara. Pada APBN 2017 penerimaan  dari sektor pajak mencapai 85,6%, sedangkan PNBP berkontribusi sebesar 14,3% dan sisanya adalah hibah. Dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2017 besaran kontribusi semua sumber penerimaan selalu mengalami fluktuasi, tetapi jika dilihat kontribusi penerimaan dari sektor pajak cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnnya.

Tabel 3. Persentase Pertumbuhan Penerimaan Pajak Indonesia Tahun 2014-2018

Tahun

Pertumbuhan

(%)

2014

6,5

2015

8,2

2016

3,6

2017

14,6

2018

10

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa pertumbuhan penerimaan pajak selalu mengalami fluktuasi, akan tetapi cenderung terjadi peningkatan utamanya pada dua tahun terakhir. Walaupun di tahun 2016 pertumbuhan sektor pajak menurun dari yang tadinya 8,2% menjadi hanya 3,6%, akan tetapi pada tahun 2017 mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yang mana pertumbuhannya mencapai angka 14,6%.

Dalam hal perpajakan sendiri pemerintah berusaha melakukan perbaikan. Diantara perbaikan tersebut meliputi:

1.     Automatic Exchange of Information (AEoI) yang bertujuan untuk meningkatkan basis pajak serta mencegah praktik penghindaran pajak dan erosi perpajakan.

2.    Insentif perpajakan seperti tax holiday, tax allowance dan reviu kebijakan exemption tax pada beberapa barang kena PPN.

3.    Dari sisi data dan sistem informasi perpajakan dengan cara lebih up to date dan lebih terintegrasi melalui e-form, e-tilling dan e-factur.

4.    Dari sisi sumber daya manusia dan regulasi dengan meningkatkan pelayanan dan efektifitas organisasi.

5.    Dalam hal kepatuhan wajib pajak perbaikan dilakukan dengan membangun kesadaran pajak melalui e-service, mobile tax unit, KPP mikro dan outbond call.

Sementara itu dari penerimaan negara bukan pajak, walaupun kontribusinya terhadap anggaran tidak sebesar pajak akan tetapi tetap tidak boleh disepelekan. Berikut data PNBP Indonesia selama beberapa tahun terakhir.

Tabel 4. Penerimaan Negara Bukan Pajak di Indonesia Tahun 2014-2018

Tahun

PNBP (Triliun Rupiah)

Pertumbuhan

 (%)

2014

398,6

12,4

2015

255,6

-35,8

2016

262,0

2,5

2017

260,2

-0,7

2018

275,4

5,8

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa PNBP Indonesia setiap tahunnya juga selalu mengalami fluktuasi walaupun ada trend kenaikan sejak tahun 2016. Hal serupa juga tentu terjadi pada pertumbuhan PNBP dimana terjadi fluktuasi, bahkan pada tahun 2015 pertumbuhan PNBP minus diangka -35,8%.

Tabel 5. Rincian Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun 2018 (Triliun  Rupiah)

Uraian

Penerimaan

Pendapatan SDA

·         SDA Migas

·         SDA Non Migas

-          Minerba

-          Panas Bumi

-          Kehutanan

-          Perikanan

103,7

80,3

23,3

17,9

0,7

4,2

0,6

Pendapatan dari KN Dipisahkan

·         Bagian Pemerintah atas Laba BUMN

-          Perbankan

-          Non-Perbankan

44,7

 

 

10,9

33,8

Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya

·         3 Kementerian/Lembaga Terbesar

-          Kemkominfo

-          Polri

-          Kemenhub

83,8

 

 

 

15,7

9,3

7,3

Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU)

·         3 Kementerian/Lembaga Pendapata Terbesar

-          Kemenkeu

-          Kemenkes

-          Kemenristek Dikti

43,3

 

 

 

13,9

11,1

6,6

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia

            Berdasarkan rincian PNBP tahun 2018, sumber PNBP yang paling besar adalah dari SDA yang mencapai angka Rp. 103,7 triliun dan lebih dari setengahnya angka tersebut bersumber dari penerimaan SDA migas yang mencapai Rp. 80,3 triliun. Setelah SDA, sumber PNBP lain yang cukup besar kontribusinya adalah PNBP lainnya sebesar Rp. 83,8 triliun, kemudian bagian pemerintah atas laba BUMN sebesar Rp. 44,7 triliun, dan terakhir pendapatan BLU sebesar Rp. 43,3 triliun.

Belanja Negara

Tabel 6. Pertumbuhan Belanja Pemerintah Pusat Negara Indonesia Tahun 2014-2018

Tahun

Pertumbuhan

(%)

2014

5,8

2015

-1,7

2016

-2,5

2017

16,4

2018

8,3

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Dari sisi pertumbuhan belanja pemerintah pusat, dapat dilihat pada tabel diatas bahwa petumbuhannya mengalami fluktuasi bahkan mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2015 dan 2016 hingga di angka -1,7% dan -2,5%, walaupun setelahnya yaitu pada tahun 2017 belanja pemerintah pusat kembali meningkat signifikan hingga mencapai angka 16,4%.

Berbeda dengan belanja pemerintah pusat yang pertumbuhannya mengalami peningkatan cukup signifikan pada tahun 2017 dan 2018, belanja untuk transfer daerah dan dana desa pada tahun-tahun tersebut pertumbuhannya tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Keadaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7.  Transfer ke Daerah dan Dana Desa di Indonesia Tahun 2014-2018

Tahun

Transfer ke Daerah

dan Dana Desa

Pertumbuhan

(%)

2014

573,7

11,8

2015

623,1

8,6

2016

710,3

14,0

2017

755,9

6,4

2018

766,2

1,4

Sumber: Kementerian Keuangan Negara Indonesia

Untuk pertumbuhannya sendiri terutama pada tahun 2018 memang dapat dikatakan tidak meningkat sesignifikan tahun-tahun sebelumnya, dimana pada tahun tersebut hanya meningkat 1,4%. Akan tetapi dapat dilihat bahwa belanja negara untuk transfer ke daerah dan dana desa ini setiap tahun anggaran mendapat porsi yang semakin besar, dari mulai Rp. 573,7 triliun di tahun 2014 hingga menyentuh angka Rp. 766,2 triliun di tahun 2018.

Tabel 8.  Rincian Belanja Untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa di Indonesia Tahun 2018 (Triliun Rupiah)

Uraian

Belanja

Transfer ke Daerah

·         Dana Bagi Hasil

·         Dana Alokasi Umum

·         Dana Alokasi Khusus Fisik

·         Dana Alokasi Khusus non-Fisik

·         Dana Insentif Daerah

·         Dana Otsus, dan Dana Keistimewaan DIY

706,2

89,2

401,5

62,4

123,5

 

8,5

 

21,1

Dana Desa

60

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Jika dilihat dari rincian belanja negara khususnya untuk transfer ke daerah, dana alokasi umum (DAU) mendapat bagian belanja paling besar dibandingkan yang lainnya. Pada tahun 2018 DAU untuk daerah sebesar Rp. 401,5 triliun yang mana ini lebih dari setengahnya dari total belanja untuk transfer ke daerah, kemudian disusul oleh belanja alokasi khusus non-fisik sebesar Rp. 123,5 triliun, dana bagi hasil sebesar Rp. 89,2 Triliun, dana alokasi khusus fisik sebesar Rp. 62,4 triliun, dana otsus dan dana keistimewaan DIY sebesar Rp. 21,1 triliun, serta dana insentif daerah sebesar Rp. 8,5 triliun. Sementara itu belanja untuk dana desa sendiri sebesar  Rp. 60 triliun.

Adapun kebijakan dan output yang menjadi sasaran alokasi transfer ke daerah dan dana desa pada tahun 2018 yaitu:

1. DAU diarahkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan antar daerah dengan sasaran membaiknya indeks pemerataan menjadi 0,5947.

2. DAK fisik diarahkan untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur layanan publik dengan sasaran antara lain sarana dan prasarana puskesmas 15,7 Ribu unit, irigasi 51 Ribu hektar, rehabilitasi jaringan irigasi 771,9 Ribu hektar, stimulan pembangunan perumahan baru 225,8 Ribu rumah tangga.

3. DAK non fisik diarahkan untuk mengurangi beban masyarakat terhadap layanan publik dengan sasaran BOS 47,4 Juta siswa, tunjangan profesi guru (TPG) 1,2 Juta guru, dan bantuan operasional kesehatan (BOK) 9.785 puskesmas.

4. Dana Desa diarahkan untuk pengentasan kemiskinan melalui penurunan porsi alokasi yang dibagi merata dan peningkatan alokasi formula, pemberian bobot yang lebih besar kepada jumlah penduduk miskin dan afirmasi kepada daerah tertinggal dan sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin tinggi, dengan alokasi per desa rata rata Rp1,15 Miliar untuk 74.958 desa.

Pembiayaan  

Kemudian berkaitan dengan pengelolaan pembiayaan, APBN Indonesia selalu mengalami defisit, dimana setiap tahunnya defisit anggaran Indonesia hampir selalu mengalami peningkatan baik itu dalam APBN maupun APBNP. Keseimbangan primer juga sama demikian, dimana setiap tahunnya selalu negatif, walaupun pada APBN 2018 turun dari yang tadinya negatif Rp. 109,0 trilliun menjadi negatif Rp. 87,3 triliun.

Tabel 9. Rincian Pembiayaan Anggaran Indonesia Tahun 2018 (Triliun

Rupiah

Uraian

Pembiayaan Anggaran

Pembiayaan Utang

·         SBN (neto)

·         Pinjaman (neto)

399,2

414,5

(15,3)

Pembiayaan Investasi

·         BUMN

·         BLU

·         Lembaga Lainnya

·         Organisasi/LKI/BUI

(65,7)

3,6

57,4

2,5

2,1

Pemberian Pinjaman

(6,7)

Kewajiban Penjaminan

(1,1)

Pembiayaan Lainnya

0,2

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Berdasarkan data rincian pembiayaan pada tahun 2018 diatas dapat dilihat untuk pembiayaan untang yang paling besar adalah suku bunga negara atau SBN dengan angka hingga Rp. 414,5 triliun, sedangkan untuk pembiayaan investasi yang paling besar dan dominan adalah BLU dengan Rp. 57,4 triliun.

Defisit anggaran sendiri akan ditutup dengan sumber-sumber pembiayaan anggaran yang mengacu pada kebijakan untuk mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas aman dan efisiensi pembiayaan anggaran agar tercapai fiscal sustainability. Selain itu, pembiayaan anggaran tahun 2018 juga diarahkan untuk pembiayaan investasi dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur, perbaikan kualitas pendidikan, dan UMKM.

            Selain melihat bagaimana peran atau usaha pemerintah dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang termasuk didalamnya masalah yang berkaitan  dengan perekonomian melalui kebijakan fiskal yang dibuatnya, swasta juga harus ikut berperan serta baik dalam meningkatkan perekonomian Indonesia atau dalam hal membantu mengurangi masalah-masalah perekonomian dan pembangunan, dan hal tersebut sudah jelas apabila meilihat sistem perekonomian yang dipakai di Indonesia yaitu sistem ekonomi campuran yang menitik beratkan pada peran serta pemerintah dan swasta dimana keduanya harus saling bekerja sama.

Tabel 10. Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2014-2017 (Miliar Rupiah)

Sektor Ekonomi

Jumlah Penanaman Modal

2014

2015

2016

2017

1. Pertanian, Perburuan, Kehutanan, dan Perikanan :

13 379,9

13 112,8

21 671,0

22 947

      Pertanian

13 357,9

12 366,4

21 464,6

22 884

      Kehutanan

0,3

471,8

203,8

30

      Perikanan

21,7

274,6

2,6

33

2. Pertambangan dan Penggalian

3 140,7

3 946,8

6 033,6

20 635

3. Perindustrian

59 034,7

89 045,3

106 783,7

99 187

4. Listrik, Gas, dan Air

36 296,8

21 946,8

22 794,5

25 428

5. Konstruksi

12 097,7

17 165,4

14 039,1

30 334

6. Perdagangan Besar dan Eceran, Restoran, dan Hotel

2 249,3

5 403,9

6 073,3

8 510

      Perdagangan

518,5

1 426,6

4 513,4

3 712

      Restoran dan Hotel

1 730,8

3 977,3

1 559,9

4 797

7. Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi

15 715,0

21 333,9

26 769,6

34 474

8. Real Estate dan Jasa Perusahaan

13 111,8

6 509,9

9 192,8

17 247

9. Jasa Masyarakat, Sosial, dan Perorangan

1 100,4

1 000,9

2 873,2

3 589

Jumlah

156 126,3

179 465,9

216 230,8

262 351

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, Badan Pusat Statistik

Penanaman Modal Dalam Negeri atau (PMDN) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur di dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Berdasarkan data pada Tabel 10, jumlah PMDN mengalami peningkatan setiap tahunnya bahkan terjadi peningkatan yang cukup signifikan di tahun 2017 dengan PMDN sebesar Rp. 262.351.000.000.000,- . Setiap tahunnya PMDN paling besar terjadi pada sektor perindustrian walaupun pada tahun 2017 PMDN pada sektor ini mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Kemudian sektor dengan PMDN terbesar kedua pada tahun 2017 adalah pada sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, dimana PMDN sektor ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2015.

Sektor lain yang menjadi perhatian adalah sektor kontruksi dimana PMDN pada sektor ini di tahun 2017 naik lebih dari setengahnya jika dibandingkan tahun 2016. Kemudian sektor-sektor lain dengan PMDN yang juga besar yaitu sektor listrik gas dan air, pertanian, pertambangan dan penggalian, real estate dan jasa perusahaan, hotel dan restoran, perdagangan, serta jasa masyarakat sosial dan perorangan.

            Dengan semakin besar PMDN setiap tahunnya baik itu PMDN pada sektor primer, sekunder maupun tersier, harapannya ini menjadi langkah bersama yang melibatkan peran serta swasta atau masyarakat untuk memajukan perekonomian nasional dan membantu pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah perekonomian dan pembangunan, agar kesejahteraan yang menjadi harapan bersama bisa terwujudkan.

Comments

Popular posts from this blog

TEORI KEMISKINAN (KONSEP LINGKARAN KEMISKINAN / CIRCLE OF POVERTY)

Public Finance dan Implementasinya di Indonesia

Keterkaitan Kemiskinan, Pengangguran, dan Kesenjangan