MENGULAS APBN INDONESIA
Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
Berkaitan dengan peran pemerintah atau sektor publik dalam kegiatan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sistem ekonomi campuran yang digunakan disuatu negara, dan hal tersebut berlaku pula di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan sistem ekonomi yang dipakai adalah sistem ekonomi campuran atau yang biasa juga disebut sistem perekonomian pancasila atau sistem demokrasi ekonomi, dimana dasar-dasar dari sistem perekonomian ini adalah pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 yang berbunyi:
1. Ayat 1: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan.
2. Ayat 2 : Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasi oleh negara.
3. Ayat 3 : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Ayat 4: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Secara garis besar karakteristik sistem ekonomi Indonesia diantaranya yaitu:
1.
Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan
bersama (gotong royong) yang mengedepankan
hubungan kekeluargaan.
2.
Cabang-cabang produksi yang bersifat
strategis dan merupakan hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3.
Alasan pemerintah menguasai produksi
barang-barang stategis baik yang ada di tanah air Indonesia adalah semata-mata untuk kemakmuran rakyat.
4.
Indonesia menggunakan sistem ekonomi
campuran yang disebut juga sistem ekonomi pancasila.
5.
Kegiatan ekonomi yang dilakukan juga
harus memiliki prinsip berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan.
6.
Pemerintah juga mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh
swasta secara umum, agar terhindar dari praktik kecurangan seperti
penipuan, praktik monopoli yang merugikan, serta mafia perdagangan. Tujuannya
agar tercipta keadilan di tengah-tengah masyarakat
Berkaitan
dengan usaha yang dilakukan pemerintah agar dapat meniadakan praktik monopoli
dan persaingan yang merugikan dalam kegiatan perekonomian, terdapat
udang-undang yang mengatur hal tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Praktik
monopli dan persaingan usaha tidak sehat erat kaitannya dengan kegagalan pasar,
dimana kegagalan pasar ini selain karena adanya praktik monopoli dalam kegiatan
ekonomi tetapi juga disebabkan oleh pasar yang tidak lengkap, barang publik, kegagalan
informasi dan eksternalitas.
Untuk mengatasi eksternalitas sendiri utamanya dalam hal ini adalah
eksternalitas yang sifatnya merugikan atau negatif, pemerintah mengaturnya
dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yang
mana dalam ayat 1 dijelaskan perusahaan industri yang didirikan pada
suatu tempat, wajib memperhatikan keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam
yang dipergunakan dalam proses industrinya serta pencegahan timbulnya kerusakan
dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat usaha dan proses industri yang
dilakukan. Perbuatan yang bertentangan
dengan Pasal 21 ayat 1 UU Perindustrian jika dilakukan dengan sengaja dapat
dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah). Sedangkan jika
dilakukan tidak dengan sengaja atau karena kelalaian, maka dapat dipidana
kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya
Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) (Pasal
27 Ayat 2 UU Perindustrian).
Selain
pada undang-undang tentang perindustrian, masalah eksternalitas juga diatur
dalam Pasal 87 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa
“setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau
lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu”.
Bagi
pihak yang merasa dirugikan terhadap pencemaran akibat usaha industri, dapat
mengadukan atau menyampaikan informasi secara lisan maupun tulisan kepada instansi
yang bertanggung jawab mengenai dugaan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan/atau pasca pelaksanaan sebagaimana yang telah diatur secara
rinci dalam Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan
Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan
Hidup.
Berkaitan dengan sistem ekonomi pancasila, sistem ekonomi ini
mengedepankan peran bersama dari pihak pemerintah maupun swasta dalam mengelola
perekonomian. Hal tersebut diwujudkan dalam pembagian peran yang jelas antara
badan usaha, yaitu Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta.
Pemerintah mengelola barang-barang yang berkaitan dengan hajat hidup orang
banyak, sedangkan selebihnya diperkenankan dikelola swasta dengan pengawasan
dari pemerintah.
Kemudian masih
berkaitan dengan peran dan usaha yang dilakukan pemerintah, terdapat
kebijakan-kebijakan yang biasa dilakukan sebagai respon dari adanya
permasalahan dalam perekonomian selain membuat kebijakan melalui peraturan perundang-undangan.
Diantara kebijakan-kebijakan tersebut yaitu kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal
pada pelaksanaannya dilakukan dengan mengatur Anggaran Penerimaan dan Belanja
Negara (APBN). APBN berisi daftar sistematis dan
terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu
tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).
APBN mencakup
seluruh penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan berasal dari perpajakan maupun
non-perpajakan, termasuk hibah yang diterima oleh pemerintah, sedangkan
pengeluaran atau belanja meliputi belanja pemerintah pusat dan daerah. Jika
terjadi defisit, yaitu pengeluaran lebih besar dari penerimaan, maka dicari
pembiayaannya baik yang bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Secara garis besar struktur APBN
diantaranya sebagai berikut:
1. Pendapatan
negara dan hibah
2. Belanja
negara
3. Keseimbangan
primer
4. Surplus/defisit
anggaran
5. Pembiayaan
Untuk data struktur APBN Indonesia sendiri secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Indonesia Tahun 2016-2018 (Triliun Rupiah)
URAIAN |
2016 |
2017 |
2018 |
||
APBN |
APBNP |
APBN |
APBNP |
APBN |
|
A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH |
1.822,5 |
1.786,2 |
1.750,3 |
1.736,1 |
1.894,7 |
I.
PENERIMAAN DALAM NEGERI |
1.820,5 |
1.784,2 |
1.748,9 |
1.732,7 |
1.893,5 |
1.
Penerimaan Perpajakan |
1.546,7 |
1.539,2 |
1.498,9 |
1.472,7 |
1.618,1 |
2.
Penerimaan Negara Bukan Pajak |
273,8 |
245,1 |
250,0 |
260,0 |
275,4 |
II. PENERIMAAN
HIBAH |
2,0 |
2,0 |
1,4 |
3,1 |
1,2 |
B. BELANJA NEGARA |
2.095,7 |
2.082,9 |
2.080,5 |
2.133,3 |
2.220,7 |
I.
BELANJA PEMERINTAH PUSAT |
1.325,6 |
1.306,7 |
1.315,5 |
1.367,0 |
1.454,5 |
1.
Belanja K/L |
784,1 |
767,8 |
763,6 |
798,6 |
847,4 |
2.
Belanja Non K/L |
541,4 |
538,9 |
552,0 |
568,4 |
607,1 |
II.TRANSFER
KE DAERAH DAN DANA DESA |
770,2 |
776,3 |
764,9 |
766,3 |
766,2 |
1.
Transfer ke Daerah |
723,2 |
729,3 |
704,9 |
706,3 |
706,2 |
2.
Dana Desa |
47,0 |
47,0 |
60,0 |
60,0 |
60,0 |
C. KESEIMBANGAN PRIMER |
(88,2) |
(105,5) |
(109,0) |
(178,0) |
(87,3) |
D. SURPLUS/ (DEFISIT) ANGGARAN (A
- B) |
(273,2) |
(296,7) |
(330,2) |
(397,2) |
(325,9) |
E. PEMBIAYAAN ANGGARAN |
273,2 |
296,7 |
330,2 |
397,2 |
325,9 |
I.
PEMBIAYAAN UTANG |
336,6 |
371,6 |
384,7 |
461,3 |
399,2 |
II.PEMBIAYAAN
INVESTASI |
(62,6) |
(94,0) |
(47,5) |
(59,7) |
65,7 |
III. PEMBERIAN
PINJAMAN |
(0,4) |
0,4 |
(6,4) |
(3,7) |
6,7 |
IV. KEWAJIBAN
PENJAMINAN |
(0,9) |
(0,6) |
(0,9) |
(1,0) |
1,1 |
V.PEMBIAYAAN
LAINNYA |
0,3 |
19,3 |
0,3 |
0,3 |
0,2 |
Sumber:
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Dapat dilihat pada
Tabel 1 bahwa anggaran Negara Indonesia dari sisi target penerimaan tidak selalu mengalami kenaikan,
dimana pada tahun 2017 target penerimaan negara berkurang dibanding target penerimaan
untuk tahun 2016, dari Rp. 1.822,5 triliun menjadi Rp. 1.750,3 triliun, dan
kemudian kembali naik di tahun 2018 menjadi Rp. 1.894,7 Triliun. Dari semua
sumber penerimaan negara sendiri yang paling besar berkontribusi adalah
penerimaan dari sektor perpajakan.
Berkaitan dengan
belanja negara, untuk tahun 2018 pemerintah dan DPR telah menyepakati sebesar
Rp. 2.220,7 triliun, dimana meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp.
1.454,5 triliun, serta transfer ke daerah dan dan desa sebesar Rp. 766,2
triliun. Belanja negara setiap tahun anggaran hampir selalu mengalami peningkatan,
dimana peningkatan tersebut paling besar dialokasikan untuk belanja pemerintah
pusat khususnya belanja kementerian atau lembaga kemudian disusul untuk transfer
ke daerah.
Untuk surplus
atau defisit, APBN Indonesia setiap tahun selalu mengalami defisit, dan defisit
yang terjadi setiap tahun anggaran dapat dilihat hampir selalu mengalami
peningkatan. Begitu pula dengan keseimbangan primer yang selalu negatif setiap
tahun anggaran, walaupun pada APBN 2018 terjadi penurunan dari yang tadinya
negatif Rp. 109,0 triliun menjadi negatif Rp. 87,3 triliun.
Sementara itu untuk
APBNP, dari sisi penerimaan untuk setiap tahun anggaran selalu lebih kecil dari
APBN yang telah ditetapkan. Hal tersebut dapat dilihat pada tahun 2016 APBN
telah di sepakati Rp. 1822,5 triliun untuk penerimaan negara, akan tetapi terjadi
perubahan dimana penerimaan dalam APBNP hanya sebesar Rp. 1.786,2 triliun, dan
hal serupa juga terjadi pada anggaran tahun 2017. Berbeda dari sisi penerimaan,
belanja negara pada tahun anggaran 2017 justru mengalami kenaikan, dari yang
tadinya pada APBN Rp. 1.080,5 triliun menjadi Rp. 2.133,3 triliun di APBNP.
Untuk membahasa
lebih detail, berikut rincian penjelasan mengenai data dari struktur APBN.
Penerimaan
negara
Berkaitan dengan
penerimaan dari sektor perpajakan yang ternyata menjadi sumber penerimaan negara paling besar dan paling
domian, rincian besaran kontribusinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Persentase Kontribusi Perpajakan, PNBP dan
Hibah terhadap Pendapatan Negara Indonesia Tahun 2012-2018
Tahun |
Kontribusi
Penerimaan (%) |
||
Perpajakan |
PNBP |
Hibah |
|
2013 |
74,9 |
24,6 |
0,5 |
2014 |
74,0 |
25,7 |
0,3 |
2015 |
82,3 |
17,0 |
0,8 |
2016 |
86,2 |
13,7 |
0,1 |
2017 |
85,6 |
14,3 |
0,1 |
Sumber:
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Kontribusi penerimaan
perpajakan pada APBN untuk setiap tahunnya selalu mendominasi lebih dari
setengah dari total penerimaan negara. Pada APBN 2017 penerimaan dari sektor pajak mencapai 85,6%, sedangkan
PNBP berkontribusi sebesar 14,3% dan sisanya adalah hibah. Dari tahun 2012
sampai dengan tahun 2017 besaran kontribusi semua sumber penerimaan selalu
mengalami fluktuasi, tetapi jika dilihat kontribusi penerimaan dari sektor
pajak cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnnya.
Tabel 3. Persentase Pertumbuhan Penerimaan
Pajak Indonesia Tahun 2014-2018
Tahun |
Pertumbuhan
(%) |
2014 |
6,5 |
2015 |
8,2 |
2016 |
3,6 |
2017 |
14,6 |
2018 |
10 |
Sumber:
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Dari Tabel 3
dapat diketahui bahwa pertumbuhan penerimaan pajak selalu mengalami fluktuasi,
akan tetapi cenderung terjadi peningkatan utamanya pada dua tahun terakhir.
Walaupun di tahun 2016 pertumbuhan sektor pajak menurun dari yang tadinya 8,2%
menjadi hanya 3,6%, akan tetapi pada tahun 2017 mengalami pertumbuhan yang
cukup signifikan yang mana pertumbuhannya mencapai angka 14,6%.
Dalam hal perpajakan sendiri
pemerintah berusaha melakukan perbaikan. Diantara perbaikan tersebut meliputi:
1. Automatic
Exchange of Information (AEoI) yang bertujuan untuk meningkatkan basis
pajak serta mencegah praktik penghindaran pajak dan erosi perpajakan.
2. Insentif
perpajakan seperti tax holiday, tax
allowance dan reviu kebijakan exemption
tax pada beberapa barang kena PPN.
3. Dari
sisi data dan sistem informasi perpajakan dengan cara lebih up to date dan lebih terintegrasi
melalui e-form, e-tilling dan e-factur.
4. Dari
sisi sumber daya manusia dan regulasi dengan meningkatkan pelayanan dan
efektifitas organisasi.
5. Dalam
hal kepatuhan wajib pajak perbaikan dilakukan dengan membangun kesadaran pajak
melalui e-service, mobile tax unit,
KPP mikro dan outbond call.
Sementara itu
dari penerimaan negara bukan pajak, walaupun kontribusinya terhadap anggaran
tidak sebesar pajak akan tetapi tetap tidak boleh disepelekan. Berikut data
PNBP Indonesia selama beberapa tahun terakhir.
Tabel 4.
Penerimaan Negara Bukan Pajak di Indonesia Tahun 2014-2018
Tahun |
PNBP
(Triliun Rupiah) |
Pertumbuhan (%) |
2014 |
398,6 |
12,4 |
2015 |
255,6 |
-35,8 |
2016 |
262,0 |
2,5 |
2017 |
260,2 |
-0,7 |
2018 |
275,4 |
5,8 |
Sumber:
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Pada Tabel 4
dapat dilihat bahwa PNBP Indonesia setiap tahunnya juga selalu mengalami
fluktuasi walaupun ada trend kenaikan
sejak tahun 2016. Hal serupa juga tentu terjadi pada pertumbuhan PNBP dimana
terjadi fluktuasi, bahkan pada tahun 2015 pertumbuhan PNBP minus diangka
-35,8%.
Tabel 5. Rincian
Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun 2018 (Triliun Rupiah)
Uraian |
Penerimaan |
Pendapatan SDA ·
SDA Migas ·
SDA Non Migas -
Minerba -
Panas Bumi -
Kehutanan -
Perikanan |
103,7 80,3 23,3 17,9 0,7 4,2 0,6 |
Pendapatan dari KN Dipisahkan ·
Bagian Pemerintah
atas Laba BUMN -
Perbankan -
Non-Perbankan |
44,7
10,9 33,8 |
Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya ·
3 Kementerian/Lembaga
Terbesar -
Kemkominfo -
Polri -
Kemenhub |
83,8
15,7 9,3 7,3 |
Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) ·
3 Kementerian/Lembaga
Pendapata Terbesar -
Kemenkeu -
Kemenkes -
Kemenristek Dikti |
43,3
13,9 11,1 6,6 |
Sumber:
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Berdasarkan
rincian PNBP tahun 2018, sumber PNBP yang paling besar adalah dari SDA yang
mencapai angka Rp. 103,7 triliun dan lebih dari setengahnya angka tersebut
bersumber dari penerimaan SDA migas yang mencapai Rp. 80,3 triliun. Setelah
SDA, sumber PNBP lain yang cukup besar kontribusinya adalah PNBP lainnya
sebesar Rp. 83,8 triliun, kemudian bagian pemerintah atas laba BUMN sebesar Rp.
44,7 triliun, dan terakhir pendapatan BLU sebesar Rp. 43,3 triliun.
Belanja Negara
Tabel 6.
Pertumbuhan Belanja Pemerintah Pusat Negara Indonesia Tahun 2014-2018
Tahun |
Pertumbuhan
(%) |
2014 |
5,8 |
2015 |
-1,7 |
2016 |
-2,5 |
2017 |
16,4 |
2018 |
8,3 |
Sumber: Kementerian Keuangan
Republik Indonesia
Dari sisi
pertumbuhan belanja pemerintah pusat, dapat dilihat pada tabel diatas bahwa petumbuhannya
mengalami fluktuasi bahkan mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun
2015 dan 2016 hingga di angka -1,7% dan -2,5%, walaupun setelahnya yaitu pada
tahun 2017 belanja pemerintah pusat kembali meningkat signifikan hingga
mencapai angka 16,4%.
Berbeda dengan
belanja pemerintah pusat yang pertumbuhannya mengalami peningkatan cukup
signifikan pada tahun 2017 dan 2018, belanja untuk transfer daerah dan dana desa
pada tahun-tahun tersebut pertumbuhannya tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya.
Keadaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7. Transfer ke Daerah dan Dana Desa di Indonesia
Tahun 2014-2018
Tahun |
Transfer
ke Daerah dan
Dana Desa |
Pertumbuhan (%) |
2014 |
573,7 |
11,8 |
2015 |
623,1 |
8,6 |
2016 |
710,3 |
14,0 |
2017 |
755,9 |
6,4 |
2018 |
766,2 |
1,4 |
Sumber: Kementerian Keuangan Negara
Indonesia
Untuk pertumbuhannya
sendiri terutama pada tahun 2018 memang dapat dikatakan tidak meningkat sesignifikan
tahun-tahun sebelumnya, dimana pada tahun tersebut hanya meningkat 1,4%. Akan
tetapi dapat dilihat bahwa belanja negara untuk transfer ke daerah dan dana
desa ini setiap tahun anggaran mendapat porsi yang semakin besar, dari mulai
Rp. 573,7 triliun di tahun 2014 hingga menyentuh angka Rp. 766,2 triliun di
tahun 2018.
Tabel 8. Rincian Belanja Untuk Transfer ke Daerah dan
Dana Desa di Indonesia Tahun 2018 (Triliun Rupiah)
Uraian |
Belanja |
Transfer ke Daerah ·
Dana Bagi Hasil ·
Dana Alokasi Umum ·
Dana Alokasi Khusus
Fisik ·
Dana Alokasi Khusus
non-Fisik ·
Dana Insentif Daerah ·
Dana Otsus, dan Dana
Keistimewaan DIY |
706,2 89,2 401,5 62,4 123,5
8,5
21,1 |
Dana Desa |
60 |
Sumber:
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Jika
dilihat dari rincian belanja negara khususnya untuk transfer ke daerah, dana alokasi
umum (DAU) mendapat bagian belanja paling besar dibandingkan yang lainnya. Pada
tahun 2018 DAU untuk daerah sebesar Rp. 401,5 triliun yang mana ini lebih dari
setengahnya dari total belanja untuk transfer ke daerah, kemudian disusul oleh
belanja alokasi khusus non-fisik sebesar Rp. 123,5 triliun, dana bagi hasil
sebesar Rp. 89,2 Triliun, dana alokasi khusus fisik sebesar Rp. 62,4 triliun,
dana otsus dan dana keistimewaan DIY sebesar Rp. 21,1 triliun, serta dana insentif
daerah sebesar Rp. 8,5 triliun. Sementara itu belanja untuk dana desa sendiri
sebesar Rp. 60 triliun.
Adapun
kebijakan dan output yang menjadi sasaran alokasi transfer ke daerah dan dana
desa pada tahun 2018 yaitu:
1. DAU diarahkan untuk
mengurangi ketimpangan kemampuan antar daerah dengan sasaran membaiknya indeks
pemerataan menjadi 0,5947.
2. DAK fisik
diarahkan untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur layanan publik dengan
sasaran antara lain sarana dan prasarana puskesmas 15,7 Ribu unit, irigasi 51
Ribu hektar, rehabilitasi jaringan irigasi 771,9 Ribu hektar, stimulan
pembangunan perumahan baru 225,8 Ribu rumah tangga.
3. DAK
non fisik diarahkan untuk mengurangi beban masyarakat terhadap layanan publik
dengan sasaran BOS 47,4 Juta siswa, tunjangan profesi guru (TPG) 1,2 Juta guru,
dan bantuan operasional kesehatan (BOK) 9.785 puskesmas.
4. Dana
Desa diarahkan untuk pengentasan kemiskinan melalui penurunan porsi alokasi
yang dibagi merata dan peningkatan alokasi formula, pemberian bobot yang lebih
besar kepada jumlah penduduk miskin dan afirmasi kepada daerah tertinggal dan
sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin tinggi, dengan alokasi per desa
rata rata Rp1,15 Miliar untuk 74.958 desa.
Pembiayaan
Kemudian
berkaitan dengan pengelolaan pembiayaan, APBN Indonesia selalu mengalami
defisit, dimana setiap tahunnya defisit anggaran Indonesia hampir selalu
mengalami peningkatan baik itu dalam APBN maupun APBNP. Keseimbangan primer
juga sama demikian, dimana setiap tahunnya selalu negatif, walaupun pada APBN
2018 turun dari yang tadinya negatif Rp. 109,0 trilliun menjadi negatif Rp.
87,3 triliun.
Tabel 9. Rincian
Pembiayaan Anggaran Indonesia Tahun 2018 (Triliun
Rupiah
Uraian |
Pembiayaan
Anggaran |
Pembiayaan Utang ·
SBN (neto) ·
Pinjaman (neto) |
399,2 414,5 (15,3) |
Pembiayaan Investasi ·
BUMN ·
BLU ·
Lembaga Lainnya ·
Organisasi/LKI/BUI |
(65,7) 3,6 57,4 2,5 2,1 |
Pemberian Pinjaman |
(6,7) |
Kewajiban Penjaminan |
(1,1) |
Pembiayaan Lainnya |
0,2 |
Sumber: Kementerian Keuangan
Republik Indonesia
Berdasarkan
data rincian pembiayaan pada tahun 2018 diatas dapat dilihat untuk pembiayaan
untang yang paling besar adalah suku bunga negara atau SBN dengan angka hingga
Rp. 414,5 triliun, sedangkan untuk pembiayaan investasi yang paling besar dan dominan
adalah BLU dengan Rp. 57,4 triliun.
Defisit
anggaran sendiri akan ditutup dengan sumber-sumber pembiayaan anggaran yang
mengacu pada kebijakan untuk mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas
aman dan efisiensi pembiayaan anggaran agar tercapai fiscal sustainability. Selain itu, pembiayaan anggaran tahun 2018
juga diarahkan untuk pembiayaan investasi dalam rangka mendukung pembangunan
infrastruktur, perbaikan kualitas pendidikan, dan UMKM.
Selain
melihat bagaimana peran atau usaha pemerintah dalam mengatasi
permasalahan-permasalahan yang termasuk didalamnya masalah yang berkaitan dengan perekonomian melalui kebijakan fiskal
yang dibuatnya, swasta juga harus ikut berperan serta baik dalam meningkatkan
perekonomian Indonesia atau dalam hal membantu mengurangi masalah-masalah
perekonomian dan pembangunan, dan hal tersebut sudah jelas apabila meilihat
sistem perekonomian yang dipakai di Indonesia yaitu sistem ekonomi campuran
yang menitik beratkan pada peran serta pemerintah dan swasta dimana keduanya
harus saling bekerja sama.
Tabel 10.
Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2014-2017
(Miliar Rupiah)
Sektor
Ekonomi |
Jumlah Penanaman Modal |
|||
2014 |
2015 |
2016 |
2017 |
|
1. Pertanian, Perburuan,
Kehutanan, dan Perikanan : |
13 379,9 |
13 112,8 |
21 671,0 |
22 947 |
Pertanian |
13 357,9 |
12 366,4 |
21 464,6 |
22 884 |
Kehutanan |
0,3 |
471,8 |
203,8 |
30 |
Perikanan |
21,7 |
274,6 |
2,6 |
33 |
2. Pertambangan dan Penggalian |
3 140,7 |
3 946,8 |
6 033,6 |
20 635 |
3. Perindustrian |
59 034,7 |
89 045,3 |
106 783,7 |
99 187 |
4. Listrik, Gas, dan Air |
36 296,8 |
21 946,8 |
22 794,5 |
25 428 |
5. Konstruksi |
12 097,7 |
17 165,4 |
14 039,1 |
30 334 |
6. Perdagangan Besar dan Eceran,
Restoran, dan Hotel |
2 249,3 |
5 403,9 |
6 073,3 |
8 510 |
Perdagangan |
518,5 |
1 426,6 |
4 513,4 |
3 712 |
Restoran dan Hotel |
1 730,8 |
3 977,3 |
1 559,9 |
4 797 |
7. Transportasi, Pergudangan, dan
Komunikasi |
15 715,0 |
21 333,9 |
26 769,6 |
34 474 |
8. Real Estate dan Jasa Perusahaan |
13 111,8 |
6 509,9 |
9 192,8 |
17 247 |
9. Jasa Masyarakat, Sosial, dan
Perorangan |
1 100,4 |
1 000,9 |
2 873,2 |
3 589 |
Jumlah |
156 126,3 |
179 465,9 |
216 230,8 |
262 351 |
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman
Modal, Badan Pusat Statistik
Penanaman Modal Dalam Negeri atau (PMDN) adalah kegiatan menanam
modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur di dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal.
Berdasarkan data
pada Tabel 10, jumlah PMDN mengalami peningkatan setiap tahunnya bahkan terjadi
peningkatan yang cukup signifikan di tahun 2017 dengan PMDN sebesar Rp.
262.351.000.000.000,- . Setiap tahunnya PMDN paling besar terjadi pada sektor
perindustrian walaupun pada tahun 2017 PMDN pada sektor ini mengalami penurunan
dibanding tahun sebelumnya. Kemudian sektor dengan PMDN terbesar kedua pada
tahun 2017 adalah pada sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, dimana
PMDN sektor ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2015.
Sektor lain yang
menjadi perhatian adalah sektor kontruksi dimana PMDN pada sektor ini di tahun
2017 naik lebih dari setengahnya jika dibandingkan tahun 2016. Kemudian
sektor-sektor lain dengan PMDN yang juga besar yaitu sektor listrik gas dan
air, pertanian, pertambangan dan penggalian, real estate dan jasa perusahaan,
hotel dan restoran, perdagangan, serta jasa masyarakat sosial dan perorangan.
Dengan
semakin besar PMDN setiap tahunnya baik itu PMDN pada sektor primer, sekunder
maupun tersier, harapannya ini menjadi langkah bersama yang melibatkan peran
serta swasta atau masyarakat untuk memajukan perekonomian nasional dan membantu
pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah perekonomian dan pembangunan, agar kesejahteraan
yang menjadi harapan bersama bisa terwujudkan.
Comments
Post a Comment